alkhoziny.id

“ITHNAB” Ungkapan seorang pecinta

 

*Oleh : S,A    

        Dalam interaksi sehari-hari, kita dituntut untuk menggunakan bahasa yang baik, jelas dan mudah dimengerti oleh orang lain. Bahasa yang baik dan diungkapkan dengan sopan akan sangat membantu untuk terjalinnya hubungan yang baik dengan orang lain.

Dalam realitas kehidupan, kita bisa mengamati dan menganalisa setiap orang saat berbicara. Ada yang banyak berbicara sampai ia dijuluki si “bermulut dua”. Ada yang tidak berbicara kecuali tentang hal-hal yang sangat penting. Ada pula yang males berbicara sampai ia dijuluki si “pendiam”

 

Dari berbagai karakter ini dapat ditemukan juga dalam disiplin ilmu Balaghah. 

Orang berbicara, dalam ilmu Balaghah, dibagi menjadi tiga macam ; ījaz, ithnab dan musawah.

 

وَالاِيْجَازُ. وَهُوَ تَأْدِيَةُ المَعْنَى بِعِبَارَةٍ نَاقِصَةٍ عَنْهُ مَعَ وَفَائِهَا بِالْغَرْضِ

1.  Ijaz  yakni ungkapan yang lebih sedikit dari apa yang dimaksudkan oleh si pembicara dan dapat dipahami oleh pendengar. Misalnya, saat terjadi kebakaran di sebuah rumah, lalu pemilik rumah berteriak “Kebakaran…..”. Dengan satu kata tersebut, pemilik rumah sebenarnya ingin menyampaikan sebuah maksud yang kurang lebih “di rumahku ada kebakaran. Ucapan yang singkat dan padat tersebut dinamakan ijaz. Bahasa yang singkat dan padat bisa dijadikan acuan untuk mengetahui kecerdasan seseorang. Orang  yang cerdas tidak membutuhkan banyak kata dan kalimat untuk mengungkapkan pikiran, perasaan atau ide-idenya.

 

المُسَاوَةُ. وَهِيَ تَأْدِيَةُ المَعْنَى المُرَادِ بِعِبَارَةٍ مُسَاوِيَةٍ لَهُ بِأَنْ تَكُوْنَ عَلَى حَدِّ الَّذِى جَرَى بِهِ عُرْفُ أَوْسَاطِ النَّاسِ

2.  Musawah yakni ungkapan yang panjangnya sama dengan maksud yang ingin diutarakan. Misalnya, seorang anak kecil sedang lapar dan ia ingin makan. Lalu ia berkata pada ibunya, ibu saya mau makan. Ketiga model bicara tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi (muqtadlal hal). Bisa jadi, satu orang memiliki tiga model tersebut sesuai dengan konteksnya.

 

وَالِاطْنَابُ . وَهُوَ تَأْدِيَةُ المَعْنَى بِعِبَارَةٍ زَائِدَةٍ عَنْهُ مَعَ الفَائِدَةِ

3.  Ithnab kebalikan dari ijazIthnab ialah ungkapan yang lebih panjang atau lebih banyak dari apa yang dimaksud, dengan tujuan memperindah perkataannya. Tak jarang orang yang sedang kasmaran, cenderung lebih suka memperpanjang ucapannya baik secara lisan maupun tulisan. Sebagaimana kisah Nabi Musa As saat dipertemukan dengan Imam Al Ghazali. Diceritakan, seorang ulama bermimpi melihat Nabi Musa dan Nabi Muhammad bertemu di alam arwah.  Nabi Musa menanyakan tentang sabda Nabi yang berbunyi:

عُلَمَاءُ اُمَّتِي كَأَنْبِيَاءِ بَنِي اِسْرَائِيْلَ

“Ulama-ulama dikalangan ummatku seperti Nabi-Nabi Bani Israel”

Nabi Musa pun bertanya, Apakah benar engkau bersabda bahwa “ulama dari kalangan umatmu disamakan dengan para nabi dari Bani Israil”? Kemudian Nabi Muhammad menjawab, “iya”. Dan Nabi Musa pun meminta untuk disebutkan salah satunya. Nabi Muhammad menunjuk Imam Al Ghazali. Kemudian Nabi Musa As bertanya kepadanya seakan mengujinya, Siapa namamu?

Imam Ghozali menjawab: Namaku Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Nabi Musa pun tersenyum dan mengatakan, “Inikah seorang ulama yang disamakan dengan para nabi dari Bani Israil” seakan mengejeknya.

“Aku hanya bertanya siapa namanya, tetapi orang ini menjawab nama ayahnya dan juga nama kakeknya. Seharusnya ia hanya menjawab namanya saja tanpa perlu menyebutkan nama ayahnya dan nama kakeknya”, lanjut Nabi Musa. Imam Ghazali menjawabnya dengan ungkapan yang Panjang lebar (ithnab). Kemudian di hadapan Nabi Muhammad dan Nabi Musa, Imam Al-Ghazali dengan adab dan ketawadhuannya bertanya kepada Nabi Muhammad, “Apakah aku harus diam atau menjelaskan tentang hal ini?”

Nabi Muhammad Saw pun berkata: silahkan! Imam Ghozali menjelaskan dengan meminta maaf terlebih dahulu. Luar biasa! Selain berilmu, akhlaknya sangat mulia.

“Wahai Nabi Allah, jika aku punya salah padamu, aku mohon maaf. Tapi Anda telah berbuat salah kepada Allah dan Anda tidak meminta maaf”. Nabi Musa pun kaget dengan perkataan Imam Al-Ghazali.

“Apa salahku kepada Allah?” tanya Nabi Musa keheranan. Imam Al-Ghazali menjawab, “Bukankah Allah telah bertanya kepadamu:

وَمَا تِلْكَ بِيَمِيْنِكَ يٰمُوْسٰى

”Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa? ” (QS. Thaha ayat 17)

Seharusnya Anda cukup menjawab, “Di tangan kananku adalah tongkat”. Tapi Anda menjawab panjang lebar:

قَالَ هِيَ عَصَايَۚ اَتَوَكَّؤُا عَلَيْهَا وَاَهُشُّ بِهَا عَلٰى غَنَمِيْ وَلِيَ فِيْهَا مَاٰرِبُ اُخْرٰى

Dia (Musa) berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan (daun-daun) dengannya untuk makanan kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain.” (QS. Thaha ayat 18)

Nabi Musa menjelaskan pada Imam Al-Ghazali, “Tuhan adalah kekasih kita. Maka aku mengambil kesempatan untuk bercakap panjang lebar dengannya”

 

Imam Al-Ghazali kembali menjawab, “Begitulah aku. Anda juga adalah kekasihku wahai Nabi Allah. Maka aku juga mengambil kesempatan untuk bercakap panjang lebar denganmu. Akhirnya Nabi Musa pun mengakui dengan kecerdasannya Imam Al Ghazali

Secara tidak langsung, apa yang dijawab nabi musa kepada kekasihnya (Allah) tidaklah secara singkat dan padat, tidak dengan ijaz juga tidak dengan musawah, tapi dengan ungkapan ithnab, dimana Nabi Musa mengambil kesempatan dengan kekasihnya untuk berbincang agar lama dengan ungkapan yang panjang lebar (ithnab), begitu juga yang dilakukan Imam Al Ghazali kepada kekasihnya (Nabi Musa). Bahwa cinta memang penuh dengan basa-basi yang sangat berharga nilainya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh sebagian mufasiir, bahwa nabi musa merasa nyaman saat berdialog dengan kekasihnya (tuhan), sehingga beliau memperpanjang jawabannya karena ingin berlama-lama dengan kekasihnya yakni Allah Azzawajal……

تفسير الوسيط لسيد طنطاوي

( وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أخرى } والمآرب : جمع مأربة – بتثليث الراء – بمعنى حاجة . تقول : لا أرَب لى في هذا الشىء ، أى : لا حاجة لى فيه . أى : ولى فى هذه العصا حاجات أخرى ، ومنافع غير التى ذكرتها .وقد كان يكفى موسى – عليه السلام – فى الجواب أن يقول : هى عصاى ، ولكنه أضاف إلى ذلك أتوكأ عليها وأهش بها على غنمى . . . لأن المقام يستدعى البسط والإطالة فى الكلام ، إذ هو مقام حديث العبد مع خالقه ، والحبيب مع حبيبه . وأجمل فى قوله : { وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أخرى } إما حياء من الله – تعالى – لطول الكلام فى الجواب ، وإما رجاء أن يسأل عن هذه المآرب المجلمة ، فيجيب عنها بالتفصيل تلذذا فى الخطاب .

#alkhoziny_buduran #alkhoziny #santribuduran #ithnab